Jumat, 10 Februari 2012


Anak Daerah Perbatasan Terlantar Secara Pendidikan

    Kondisi anak bangsa yang tinggal di perbatasan Malaysia menyediakan, terutama di bidang pendidikan. Staf Ahli Bupati Kapuas Hulu Bidang Wilayah Perbatasan dan Kabupaten Konservasi, Alexander Rombonang, Minggu (8/9) mengakui, mengenyam pendidikan di perbatasan memang cukup memprihatinkan. Mulai kekurangan guru, kekurangan murid dan rata-rata pendidikan hanya sampai sekolah dasar.
   “Tidak bisa disetiap sekolah jumlah muridnya memenuhi kapasitas yang diinginkan,” katanya
Kabupaten Kapuas Hulu adalah salah satu daerah yang berbatasan dengan negara Malaysia Timur. Perlu perjalanan selama 170 KM atau 8 jam jalur darat dari Putussibau  (Ibu Kota Kabupaten Kapuas Hulu) dengan kondisi jalan mengenaskan menuju Desa Badau perbatasan langsung dengan Lubuk Antu (Malaysia)
“Relatif cukup kompleks persoalan memajukan pendidikan daerah perbatasan, jarak sekolah yang jauh. Penyebaran penduduk tidak rata penyebab sekolah juga sepi siswa apalagi guru sedikit. Anak-anak di perbatasan tidak mendapat pendidikan seperti anak-anak di kota,” tambah Alexander.
    Andre Hudaya, Sekretaris Komisi D Bidang Pendidikan dan Kesra Provinsi Kalbar, Senin, (9/8), mengungkapkan, secara umum tenaga pengajar serta fisik pendidikan masih serba kekurangan, perlu prioritas percepatan pembangunan pendidikan. Dinas Pendidikan Provinsi memang sudah melakukan pembangunan pendidikan tetapi memang tidak sesuai dengan harapan.
    Ia menerangkan terbitnya surat keputusan Mendiknas tentang kualitas pendidikan untuk daerah perbatasan. Kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kalbar, dalam rangka memenuhi kekurangan guru.
Segera melakukan koordinasi dan sosialisasi Surat Keterangan (SK) Menteri Pendidikan Nasional No. 7 Tahun 2010 tentang pemenuhan kebutuhan, peningkatan profesionalisme guru, peningkatan kesejahteraan guru, kepala sekolah dan madrasah, dan pengawas sekolah di daerah perbatasan dan pulau kecil terluar.
Beberapa pencapaian yang diinginkan juga adalah pemenuhan kebutuhan rumah dinas bagi kepala sekolah, dan guru. Prioritas kompetensi meningkatkan kualitas guru, kebutuhan akan tunjangan guru. “Kewenangan mengangkat guru berada di kabupaten. Sedangkan departemen pendidikan sekedar mendaftar nama-nama tersebut,” ujarnya.
   “Kewenangan Pemda setempat memang terbatas dari sisi penganggaran. Alokasi dana dari pemerintah dan mengimplementasikan dana adalah kabupaten dengan menambahkan APBD dari pemda setempat. Distibusi dana dari pusat, maka Pemda harus pandai mengatur keuangan demi pembangunan pendidikan,” terang Andre
    Andre menegaskan,  memang serba ketinggalan wajah depan negara kita ini.
Secara nasional, pemerintah pusat memang masih setengah hati. Cenderung tidak memperhatikan daerah perbatasan. Tidak ada perbaikan yang membuat pendidikan lebih baik. Justru daerah perbatasan menjadi dapur dari negara RI bukan terasnya. Masyarakat di sana bosan dengan kehadiran para pejabat, hanya sekedar janji.
   “Untuk mem-follow up pengangkatang guru di perbatasan bisa menyalurkan guru-guru dari kabupaten yang memiliki banyak guru. Pemindahan guru dari kabupaten-kabupaten ke daerah perbatasan yang kekurangan guru. Sudah ada solusinya dari SK Mendiknas dan DPRD Provinsi Kalbar mendorong Diknas Provinsi dan Kabupaten didaerah perbatasan untuk menjalankan SK tersebut,” tambah Andre.
Aswandi, pengamat pendidikan FKIP UNTAN, Senin, (9/8), mengkomperatifkan sekolah dekat daerah perbatasan milik Malaysia dengan Indonesia. “Serawak saja memiliki sekolah bagus di daerah perbatasannya. Ada sekolah yang berasrama untuk pemenuhan siswa-siswa dari area yang jauh lokasi rumah dan sekolahnya. Kalbar juga harus memiliki sekolah yang memiliki asrama,” terang Aswandi.  
“Perbatasan itu bukan bagian belakang NKRI, melainkan garda depan. Anak kita banyak di daerah perbatasan di Kalimantan ini jadi harus diperhatikan. Pendidikan antara daerah yang berbatas langsung dengan negara dengan daerah yang tidak berbatasan harus memiliki perbedaan ciri khas yang berbeda. Justru pendidikan di daerah harus lebih bagus, berkualitas baik pula,” cemasnya.
    Beberapa faktor menurut Aswandi yang mempengaruhi kendala masyarakat ingin mengenyam pendidikan di daerah perbatasan meliputi faktor geografis, sekolah dan tempat tinggal daerah perbatasan karena anak-anak, guru, memiliki jarak tempat tinggal yang jauh. Faktor ekonomi, karena banyak anak yang sekolah di daerah perbatasan dalam pemenuhan perekonomiannya tergantung dari transaksi tukar barang sebagai nilai interaksi dagang.
   Begitu juga faktor sosial kemasyarakatannya tidak bisa dilepaskan karena merupakan dinamika masyarakat memiliki hubungan komunikasi, adat yang berbeda satu sama lain. “Makanya Malaysia memiliki asrama (Boarding School) untuk tempat tinggal siswa yang berlatar belakang etnik, dan beda pencarian kebutuhan ekonomi,” ujarnya.
 
 PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DALAM KUALITAS PENDIDIKAN DI DAERAH PERBATASAN


     Daerah perbatasan hingga saat ini masih minim perhatian. Letaknya yang terpencil (remote area) menjadikan daerah perbatasan sulit lepas dari stigma terbelakang. Parahnya lagi, daerah perbatasan Indonesia yang terhubung langsung wilayah negara tetangga acapkali dianggap sebagai halaman belakang. Padahal, dengan posisinya seperti itu, daerah perbatasan bisa menjadi beranda wilayah NKRI.
Seiring tingginya kesadaran akan arti penting daerah perbatasan, pemerintah Indonesia terus memberikan perhatian khusus kepada daerah ini. Perhatian khusus ini sudah seharusnya diberikan sebab hampir seluruh sektor di wilayah perbatasan mengalami ketertinggalan. Di sektor pendidikan, upaya untuk memajukan wilayah perbatasan masih terbuka luas. Terobosan yang bisa ditempuh saat ini adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
   TIK dengan berbagai pengembangannya dapat dimanfaatkan untuk mendistribusikan materi pelajaran, mensupport para guru dan siswa, hingga mengendalikan metode pengajaran dan pembelajaran jarak jauh. Pendek kata, pemanfaatan TIK untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah perbatasan bisa memangkas jarak, waktu, serta biaya. Kelebihan tersebut bisa diwujudkan sepanjang tersedianya infrastruktur yang memadai antar titik yang terhubung (point to point connection). Hal tersebut senada dengan pendapat Rosenberg (2001) yang menyatakan bahwa penggunaan TIK ada 5 (lima) pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu:
• dari pelatihan ke penampilan
• dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja
• dari kertas ke “on line” atau saluran
• fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja
• dari waktu siklus ke waktu nyata.
   Pemanfaatan TIK di daaerah perbatasan bisa pula dipahami sebagai upaya membuka pintu masuk (access point) bagi pelaku pendidikan lokal agar senantiasa terhubung dengan dunia luar. Dengan adanya keterhubungan ini arus informasi dan transfer pengetahuan bisa terus terjadi melalui saluran yang disediakan. Upaya serius untuk mewujudkan hal tersebut saat ini telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) melalui pengembangan infrastruktur berbasis TI dengan nama Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas). Melalui Jardiknas inilah, seluruh pelaku pendidikan lokal bisa terkoneksi satu sama lain secara on line melalui fasilitas electronic education (e-education). Poin akses untuk e-education ini salah satunya dilakukan melalui portal rumah belajar (http://belajar.kemdiknas.go.id).
  Langkah awal meningkatkan mutu pendidikan di daerah perbatasan ini bisa dimulai dengan melatih para guru. Mereka inilah agen perubahan yang harus didukung penuh untuk makin sadar teknologi. Kemampuan para guru untuk memanfaatkan teknologi informasi yang tersedia secara tepat guna akan mengubah cara pandang mereka dalam mengajar para siswa. Melalui TIK, interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui tatap muka namun bisa dilakukan melalui internet. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet.
   Pemanfaatan TIK sebagai media pembelajaran juga telah memunculkan tren baru bernama cyber teaching atau pengajaran maya. Sebuah proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini adalah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu:
• e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
• pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,
• memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional.
belajar komputer
     Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Centerted Classroom), Teleconferencing, dan WBT (Web-Based Training). Semua model pembelajaran ini bisa diaplikasikan untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan di daerah perbatasan secara bertahap.
     Internet sebagai salah satu pengembangan TIK sangat potensial untuk diaplikasikan sebagai media pembelajaran. Kehadiran internet diakui telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan.
    Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan.
    Kehadiran TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas. Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan zaman.
    Gambaran di atas kiranya bisa mengantarkan kita untuk membayangkan wajah pendidikan di daerah perbatasan Indonesia. Melalui TIK, pelaku pendidikan lokal yang tersebar di daerah perbatasan bisa terus terhubung dengan pelaku pendidikan lain yang dinilai lebih maju. Kunci dari upaya besar ini adalah membangun jaringan komunikasi antarguru, antarsekolah, hingga antarsiswa. Jejaring komunikasi yang terbangun juga makin memudahkan Kemendiknas dalam mengarahkan pengelola sekolah di daerah perbatasan guna meningkatkan mutu layanan pendidikan bagi para siswanya. Semoga Bermanfaat…
Masalah Pendidikan di Indonesia

Peran Pendidikan dalam Pembangunan

       Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.
     Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.

Pemerintah dan Solusi Permasalahan Pendidikan

   Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
   Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.
  Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.
  Sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”

Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas

   ”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
   Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.
  Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
  Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi dan Swastanisasi Sektor Pendidikan

  Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
  Dalam APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
  Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
  Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
  Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
  Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.***

Minggu, 05 Februari 2012


      Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.
     Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
    Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
    Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
    Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
    Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
    Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:
     "Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
     Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".
     Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.
    Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.
   Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
    Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte.
Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.
   Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
  Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.
   Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
   Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.
   Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.
   Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.
   Kemudian oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.
   Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.
   Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).


      Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan melalui undang-undang berupa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 dan ditetapkan pada tanggal 27 Maret 1989.

Bab I Ketentuan Umum

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
  1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang ;
  2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;
  3. Sistem pendidikkan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional ;
  4. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya;
  5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditempatkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran;
  6. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
  7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan;
  8. Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik;
  9. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
  10. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
  11. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia;
  12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional.

Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan

Pasal 2
    Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Bab III. Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan

Pasal 5
   Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk nemperoleh pendidikan. Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar. Pasal 7
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan. Pasal 8
  1. Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
  2. Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
  3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bab IV. Satuan, Jalur, dan Jenis Pendidikan

Pasal 9
  1. Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.
  2. Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan bersinambungan.
  3. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan sejenis.
Pasal 10
  1. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
  2. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan bersinambungan.
  3. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.
  4. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.
  5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak menyangkut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
  1. Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
  2. Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat- tingkat akhir masa pendidikan.
  3. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
  4. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
  5. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Depatemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
  6. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
  7. Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
  8. Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
  9. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bab V. Jenjang Pendidikan

Bagian Kesatu Umum
Pasal 12
  1. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
  2. Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah.
  3. Syarat-syarat dan tata cara pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Pendidikan Dasar Pasal 13
  1. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
  2. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, bentuk satuan, lama pendidikan dasar, dan penyelenggaraan pendidikan dasar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
  1. Warga negara yang berumur 6 (enam) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.
  2. Warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat.
  3. Pelaksanaan wajib belajar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Pendidikan Menengah Pasal 15
  1. Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
  2. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
  3. Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
  4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Pendidikan Tinggi Pasal 16
  1. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutkan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyakarat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
  2. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
  3. Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.
  4. Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
  5. Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu.
  6. Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
  7. Unversitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
  8. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, struktur perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
  1. Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
  2. Sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/ atau profesional.
  3. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
Pasal 18
  1. Pada perguruan tinggi ada gelar sarjana, magister, doktor, dan sebutan profesional.
  2. Gelar sarjana hanya diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.
  3. Gelar magister dan doktor diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas yang memenuhi persyaratan.
  4. Sebutan profesional dapat diberikan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional.
  5. Institut dan universitas yang memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan ataupun kebudayaan.
  6. Jenis gelar dan sebutan, syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
  1. Gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan.
  2. Penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
Penggunaan gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan. Pasal 21
  1. Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor.
  2. Pengangkatan guru besar atau profesor sebagai jabatan akademik didasarkan atas kemampuan dan prestasi akademik atau keilmuan tertentu.
  3. Syarat-syarat dan tata cara pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
  1. Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
  2. Perguruan tinggi memiliki otonomi dalam pengelolaan lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah.
  3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bab VI. Peserta Didik

         Pasal 23
  1. Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didik.
  2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 24
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut:
  1. mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
  2. mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
  3. mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
  4. pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki;
  5. memperoleh penilaian hasil belajarnya;
  6. menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan;
  7. mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.
Pasal 25
  1. Setiap peserta didik berkewajiban untuk
    1. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
    2. mematuhi semua peraturan yang berlaku;
    3. menghormati tenaga kependidikan;
    4. ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.
  2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 26
Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing- masing.

Bab VII. Tenaga Kependidikan

         Pasal 27
  1. Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
  2. Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
  3. Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.
Pasal 28
  1. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
  2. Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.
  3. Pengadaan guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pada dasarnya diselenggarakan melalui lembaga pendidikan tenaga keguruan.
  4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
  1. Untuk kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga negara Republik Indonesia atau meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu menjadi tenaga pendidik.
  2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan tertentu mempunyai hak- hak berikut:
  1. memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial :
    1. tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;
    2. Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan tertentu;
    3. tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan yang bersangkutan;
  2. memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja;
  3. memperoleh perlindungan hukum dalam melakukan tugasnya;
  4. memperoleh penghargaan seuai dengan darma baktinya;
  5. menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 31
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk :
  1. membina loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
  2. menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;
  3. melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian;
  4. meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa;
  5. menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasal 32
  1. Kedudukan dan penghargaan bagi tenaga kependidikan diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasinya.
  2. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Pemerintah.
  3. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
  4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah  

Bab VIII. Sumber Daya Pendidikan

Pasal 33
Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik. Pasal 34
  1. Buku pelajaran yang digunakan dalam pendidikan jalur pendidikan sekolah disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
  2. Buku pelajaran dapat diterbitkan oleh Pemerintah ataupun swasta.
Pasal 35
Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar. Pasal 36
  1. Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah.
  2. Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggung jawab badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan.
  3. Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Bab IX Kurikulum

Pasal 37
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Pasal 38
  1. Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.
  2. Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri atau Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Pasal 39
  1. Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
  2. Isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat :
    1. pendidikan Pancasila;
    2. pendidikan agama;
    3. pendidikan kewarganegaraan.
  3. Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang :
    1. pendidikan Pancasila;
    2. pendidikan agama;
    3. pendidikan kewarganegaraan;
    4. bahasa Indonesia;
    5. membaca dan menulis;
    6. matematika (termasuk berhitung);
    7. pengantar sains dan teknologi;
    8. ilmu bumi;
    9. sejarah nasional dan sejarah umum;
    10. kerajinan tangan dan kesenian;
    11. pendidikan jasmani dan kesehatan;
    12. menggambar; serta
    13. bahasa Inggris.
  4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.

Bab X. Hari Belajar dan Libur Sekolah

Pasal 40
  1. Jumlah sekurang-kurangnya hari belajar dalam 1 (satu) tahun untuk setiap satuan pendidikan diatur oleh Menteri.
  2. Hari-hari libur untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Menteri dengan mengingat ketentuan hari raya nasional, kepentingan agama, dan faktor musim.
  3. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat mengatur hari-hari liburnya sendiri dengan mengingat ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).        

Bab XI. Bahasa Pengantar

Pasal 41
Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia. Pasal 42

  1. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
  2. Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.  

Bab XII. Penilaian

Pasal 43
Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan penilaian. Pasal 44
Pemerintah dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar suatu jenis dan/atau jenjang pendidikan secara nasional. Pasal 45
Secara berkala dan berkelanjutan Pemerintah melakukan penilaian terhadap kurikulum serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan. Pasal 46
  1. Dalam rangka pembinaan satuan pendidikan, Pemerintah melakukan penilaian setiap satuan pendidikan secara berkala.
  2. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara terbuka.

Bab XIII. Peranserta Masyarakat

Pasal 47
  1. Masyarakat sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
  2. Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
  3. Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bab XIV. Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional

Pasal 48
  1. Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan Menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang menyampaikan saran, dan pemikiran lain sebagai bahan pertimbangan.
  2. Pembentukan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional dan pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.

Bab XV. Pengelolaan

Pasal 49
Pengelolaan sistem pendidikan nasional adalah tanggung jawab Menteri. Pasal 50
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang dislenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri dan Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan. Pasal 51
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Bab XVI. Pengawasan

Pasal 52
Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang bersangkutan. Pasal 53
Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap penyelenggara satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.

Bab XVII. Ketentuan Lain-lain

Pasal 54
  1. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri khusus bagi peserta didik warga negara adalah bagian dari sistem pendidikan nasional.
  2. Satuan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh perwakilan negara asing khusus bagi peserta didik warga negara asing tidak termasuk sistem pendidikan nasional.
  3. Peserta didik warga negara asing yang mengikuti pendidikan di satuan pendidikan yang merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional wajib menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi dan dari satuan pendidikan yang bersangkutan.
  4. Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka kerja sama internasional atau yang diselenggarakan oleh pihak asing di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
  5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bab XVIII. Ketentuan Pidana

Pasal 55
  1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 18 (delapan belas) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan.
Pasal 56
  1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 29 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.

Bab XIX. Ketentuan Peralihan

Pasal 57
  1. Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
  2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
  3. dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
  4. Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.

    Bab XX. Ketentuan Penutup

    Pasal 58
    Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini,
    1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
    2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
    3. dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
    4. Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) dinyatakan tidak berlaku.
    Pasal 59
    Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diumumkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. top

Tata Cara Berkurban Hewan di Bulan Haji wajib kita ketahui sebelum kita melakukannya. Hal ini penting karena dalam Islam, sebagai seorang muslim kita diwajibkan melaksanakan syari’at atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan ibadah sesuai aturan yang ada dan dengan dasar yang jelas. Sebentar lagi yaitu tepatnya Minggu, 6 November 2011 dan Senin, 7 November 2011 kita sebagai umat muslim di seluruh dunia akan merayakan Idul Adha 2011 atau hari raya kurban dan sering disebut “Hari Raya Haji”. Pada hari itulah bagi yang mampu dapat melaksanakan sunah nabi yaitu berkurban, tentunya dengan mengikuti Tata Cara Berkurban Hewan di Bulan Haji dengan baik.
Kambing-Kurban-2011
Kambing Kurban untuk Bapak
Informasi tentang Tata Cara Berkurban Hewan di Bulan Haji saya dapat sejak tahun 2009 kemarin di mana saya menghadiahi Bapak dengan seekor kambing jantan yang bagus untuk di kurbankan. Hewan yang kita kurbankan disebuat udlhiyyah atau tadlhiyyah (berqurban atau melakukan qurban). Menurut Tata Cara Berkurban Hewan di Bulan Haji, hewan – hewan yang bisa digunakan untuk udlhiyyah atau tadlhiyyah adalah :
  1. Domba (dlo’nu), apabila sudah berumur lebih satu tahun sempurna dan memasuki tahun yang kedua.
  2. Kambing atau wedus kacang/ jenis kecil (ma’zu), apabila sudah berumur dua tahun sempurna dan memasuki tahun yang ketiga.
  3. Sapi putih atau Bali, apabila sudah berumur dua tahun sempurna dan memasuki tahun yang ketiga.
Didalam Tata Cara Berkurban Hewan di Bulan Haji, hewan – hewan kurban di isitilahkan sebagai tunggangan kita atau penolong kita di akhirat, itu artinya hewan seperti kambing dan domba hanya untuk satu orang tetapi untuk sapi atau onta dapat mencukupi tujuh orang dimana orang-orang tersebut bisa satu keluarga ataupun patungan dengan orang lain.
Hewan – Hewan yang tidak sah untuk dikorbankan menurut Tata Cara Berkurban Hewan di Bulan Haji :
  1. Hewan yang buta salah satu matanya
  2. Hewan yang pincang salah satu kakinya, walaupun pincangnya itu terjadi ketika akan disembelih, yaitu ketika dirubuhkan dan ia bergerak dengan sangat kuat.
  3. Hewan yang sakit.
  4. Seperti sakit yang tampak jelas yang menyebabkan kurus dan dagingnya rusak.
  5.  Hewan yang sangat kurus hingga menyebabkan hilang akalnya.
  6. Hewan yang terputus sebagian atau seluruh telinganya.
  7. Hewan yang terputus sebagian atau seluruh ekornya.

GUNUNG MERAPI MELETUS 2010

YOGYAKARTA – Gunung merapi meletus di Indonesia tahun 2010,  dengan mengeluarkan awan panas yang tercatat sejak pukul 17.02 WIB. ” Sejak 17.02 WIB hingga 17.34 WIB terjadi empat kali awan panas dan sampai sekarang awan panas terus muncul susul menyusul tidak berhenti” kata Surono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi di Yogyakarta, Selasa 26 Oktober 2010.

Menurut dia, munculnya awan panas tersebut menjadi tanda sebagai erupsi Gunung Merapi. Awan panas pertama yang muncul pada pukul .02 WIb mengarah ke barat. Namun awan panas yang berikutnya tidak dapat terpantau dengan baik karena kondisi cuaca di puncak Merapi cukup gelap dan hujan.
Sirine bahaya di Kaliurang, Sleman berbunyi pada pukul 17.57 WIB. Pada pukul 18.05 WIB Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menarik semua petugas dari pos pengamatan.
” Pada 2006, awan panas terjadi selama tujuh menit. Namun pada tahun ini, awan panas sudah terjadi lebih dari 20 menit” katanya.
Lamanya awan panas tersebut, lanjut dia, menunjukkan energi yang cukup besar. Pada pukul 18.00 WIB terdengar letusan sebanyak tiga kali yang terdengar dari pos Jrakah dan pos Selo yang disusul dengan asap membumbung setinggi 1,5 kilometer mengarah ke selatan. ” Tipe letusan Merapi dipastikan eksplosif” ujarnya.
evakuasi korban meletus gunung merapi
Upaya evakuasi terhadap korban awan panas Gunung Merapi, Selasa, malam terkendala hujan abu vulkanik yang pekat dan panas yang masih menyelimuti Kawasan Rawan Bencana III .
“Kawasan Rawan Bencana (KRB) III meliputi wilayah Kecamatan Cangkringan, Pakem dan Turi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,” kata petugas tim penolong dari Korem 072/Pamungkas, Letkol Beni Nugroho di Posko Utama Penanggulangan Bencana Alam Gunung Merapi Meletus 2010 di Pakem, Kabupaten Sleman.
evakuasi warga gunung merapi
Ia mengatakan, upaya evakuasi oleh tim penolong baru bisa mencapai wilayah paling tinggi yaitu di kawasan pintu gerbang objek wisata Kaliurang atau 10 kilometer dari puncak Gunung Merapi, sehingga untuk KRB III belum dapat ditembus oleh petugas tim penolong.
“Saat ini kami tengah mengupayakan lampu penerangan maupun lampu sorot karena listrik PLN di kawasan tersebut padam sehingga kondisinya gelap gulita,” katanya.
Menurut dia, kemungkinan upaya evakuasi terhadap korban lainnya yang ada di KRB III akan dilakukan jika hujan abu vulkanik mereda.
korban gunung merapi
Jumlah korban awan panas hingga Selasa pukul 20.00 WIB tercatat 15 orang, sebagian besar warga beberapa desa di Kecamatan Cangkringan, kawasan selatan kaki gunung merapi ini.
Saya hanya bisa berdo’a semoga bencana gunung merapi meletus ini cepat selesai  dan kepada keluarga korban bersabar dan berdo’a