Anak Daerah Perbatasan Terlantar Secara Pendidikan
“Tidak bisa disetiap sekolah jumlah muridnya memenuhi kapasitas yang diinginkan,” katanya
Kabupaten Kapuas Hulu adalah salah satu daerah yang berbatasan dengan negara Malaysia Timur. Perlu perjalanan selama 170 KM atau 8 jam jalur darat dari Putussibau (Ibu Kota Kabupaten Kapuas Hulu) dengan kondisi jalan mengenaskan menuju Desa Badau perbatasan langsung dengan Lubuk Antu (Malaysia)
“Relatif cukup kompleks persoalan memajukan pendidikan daerah perbatasan, jarak sekolah yang jauh. Penyebaran penduduk tidak rata penyebab sekolah juga sepi siswa apalagi guru sedikit. Anak-anak di perbatasan tidak mendapat pendidikan seperti anak-anak di kota,” tambah Alexander.
Andre Hudaya, Sekretaris Komisi D Bidang Pendidikan dan Kesra Provinsi Kalbar, Senin, (9/8), mengungkapkan, secara umum tenaga pengajar serta fisik pendidikan masih serba kekurangan, perlu prioritas percepatan pembangunan pendidikan. Dinas Pendidikan Provinsi memang sudah melakukan pembangunan pendidikan tetapi memang tidak sesuai dengan harapan.
Ia menerangkan terbitnya surat keputusan Mendiknas tentang kualitas pendidikan untuk daerah perbatasan. Kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kalbar, dalam rangka memenuhi kekurangan guru.
Segera melakukan koordinasi dan sosialisasi Surat Keterangan (SK) Menteri Pendidikan Nasional No. 7 Tahun 2010 tentang pemenuhan kebutuhan, peningkatan profesionalisme guru, peningkatan kesejahteraan guru, kepala sekolah dan madrasah, dan pengawas sekolah di daerah perbatasan dan pulau kecil terluar.
Beberapa pencapaian yang diinginkan juga adalah pemenuhan kebutuhan rumah dinas bagi kepala sekolah, dan guru. Prioritas kompetensi meningkatkan kualitas guru, kebutuhan akan tunjangan guru. “Kewenangan mengangkat guru berada di kabupaten. Sedangkan departemen pendidikan sekedar mendaftar nama-nama tersebut,” ujarnya.
“Kewenangan Pemda setempat memang terbatas dari sisi penganggaran. Alokasi dana dari pemerintah dan mengimplementasikan dana adalah kabupaten dengan menambahkan APBD dari pemda setempat. Distibusi dana dari pusat, maka Pemda harus pandai mengatur keuangan demi pembangunan pendidikan,” terang Andre
Andre menegaskan, memang serba ketinggalan wajah depan negara kita ini.
Secara nasional, pemerintah pusat memang masih setengah hati. Cenderung tidak memperhatikan daerah perbatasan. Tidak ada perbaikan yang membuat pendidikan lebih baik. Justru daerah perbatasan menjadi dapur dari negara RI bukan terasnya. Masyarakat di sana bosan dengan kehadiran para pejabat, hanya sekedar janji.
“Untuk mem-follow up pengangkatang guru di perbatasan bisa menyalurkan guru-guru dari kabupaten yang memiliki banyak guru. Pemindahan guru dari kabupaten-kabupaten ke daerah perbatasan yang kekurangan guru. Sudah ada solusinya dari SK Mendiknas dan DPRD Provinsi Kalbar mendorong Diknas Provinsi dan Kabupaten didaerah perbatasan untuk menjalankan SK tersebut,” tambah Andre.
Aswandi, pengamat pendidikan FKIP UNTAN, Senin, (9/8), mengkomperatifkan sekolah dekat daerah perbatasan milik Malaysia dengan Indonesia. “Serawak saja memiliki sekolah bagus di daerah perbatasannya. Ada sekolah yang berasrama untuk pemenuhan siswa-siswa dari area yang jauh lokasi rumah dan sekolahnya. Kalbar juga harus memiliki sekolah yang memiliki asrama,” terang Aswandi.
“Perbatasan itu bukan bagian belakang NKRI, melainkan garda depan. Anak kita banyak di daerah perbatasan di Kalimantan ini jadi harus diperhatikan. Pendidikan antara daerah yang berbatas langsung dengan negara dengan daerah yang tidak berbatasan harus memiliki perbedaan ciri khas yang berbeda. Justru pendidikan di daerah harus lebih bagus, berkualitas baik pula,” cemasnya.
Beberapa faktor menurut Aswandi yang mempengaruhi kendala masyarakat ingin mengenyam pendidikan di daerah perbatasan meliputi faktor geografis, sekolah dan tempat tinggal daerah perbatasan karena anak-anak, guru, memiliki jarak tempat tinggal yang jauh. Faktor ekonomi, karena banyak anak yang sekolah di daerah perbatasan dalam pemenuhan perekonomiannya tergantung dari transaksi tukar barang sebagai nilai interaksi dagang.
Begitu juga faktor sosial kemasyarakatannya tidak bisa dilepaskan karena merupakan dinamika masyarakat memiliki hubungan komunikasi, adat yang berbeda satu sama lain. “Makanya Malaysia memiliki asrama (Boarding School) untuk tempat tinggal siswa yang berlatar belakang etnik, dan beda pencarian kebutuhan ekonomi,” ujarnya.